Senin, 20 Juni 2011

Menggiring Angin ke Balai Soedjatmoko

Solo, DetakNews. Diskusi buku “Anak Bajang Menggiring Angin” yang digelar di Balai Soedjatmoko berlangsung dinamis. Acara yang berlangsung Sabtu, pukul 19.00 wib, dilanjutkan dengan pentas wayang kulit dengan lakon “Semar Mencari Raga” dengan dalang Jlitheng Suparman.

Puluhan peserta diskusi tampak serius mendengarkan dua pembicara malam itu, Romo Sindhunata, sang penulis dan Fanny Chotimah, pegiat sastra dari Solo yang memandang Anak Bajang Menggiring Angin dalam prespektif tersendiri. Fanny mengaitkan dengan wacana feminis, khususnya dalam memaknai kembali kesucian Shinta yang dipertanyakan Rama, dengan pemahaman kekinian.

Sementara Romo Shindunata lebih pada perspektif dia dan bagaimana kehidupan dan pemaknaan terhadap karya-karya kejawen mempengaruhi perspektif dia dalam menulis. Dan lebih lanjut ia menawarkan perspektif tersebut dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat, khususnya masyarakat Jawa. Serta tentu saja, bagaimana masyarakat kini, khususnya generasi muda, mulai meninggalkan kekayaan intelektual Jawa itu. Setidaknya itulah beberapa poin yang bisa ditangkap dari jalannya diskusi yang berlangsung hingga dua jam.

Berlangsung dinamis dengan beberapa pendapat dari pengunjung acara dimana kebanyakan adalah pemerhati sastra Jawa dengan gejolak serupa. Serta beberapa komentar dan pujian terhadap buku yang memang sudah lama diterbitkan itu. Lebih serunya lagi, pentas wayang juga menarik antusias banyak pengunjung untuk tetap tinggal menyaksikan bagaimana Semar mencari kehidupan, atau tepatnya, sebuah tempat yang nyaman untuk kehidupan. Dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami dan guyonan jenaka khas Solo-an, Jlitheng mampu membuat penonton tetap bertahan menyaksikan meskipun tanpa tempat duduk. Sebuah apresiasi kecil yang mengagumkan. (Syamrotun Fuadiyah/D0207026)

0 komentar:

Posting Komentar